Tuesday, May 09, 2006

crita dr papa

This is an email that my dad sent trying to enlighten my gloomy days. Thanks Dad, I love you sooo much!

Assalamu'alaikum wr.wb,

Dear tia,



Papa ingin cerita pengalaman papa ketika akan lulus dahulu, mungkin bisa dipakai
sebagai cermin, sebagai referensi.



Sistem perkuliahan di ITB pada waktu itu yang tepat waktu adalah 4 tahun 10 bulan,
terhitung dari Januari. Hitung2annya kira2 begini; Jan - Jun matrikulasi sem.1, Juli
- Des TPB I (Tingkat Pertama Bersama) sem.2, Jan - Jun TPB II sem.3. Jul - Des
Jurusan umum sem 4, Jan - Jun sem 5, Jul - Des sem 6, Jan - Jun sem 7 (tingkat
sarjana muda selesai), Jul - Des sem 8, Jan - Jun sem 9 (tingkat sarjana jurusan
spesialis ), jadi total adalah 1 + 2 + 4 + 2 = 9 semester. Mahasiswa yang pinter dan
rajin, biasanya Januari/Peb/Mar sem 9 sudah mulai ambil tugas akhir, sehingga
selesainya sekitar Sep dan wisuda Oktober sem ke 10, sehingga total waktu adalah 4
tahun + 10 bulan. Dengan demikian sejak Juli sudah tidak ada kuliah, hanya
menyelesaikan tugas akhir. Kalau belum selesai, ya wisudanya ikut Maret tahun
berikutnya.



Ketika itu Juni 1980 (akhir sem 9), papa sudah habis, sudah lulus semua mata
kuliahnya, tepat 9 sem atau 4.5 tahun. Tetapi karena pada wkt itu papa "banyak
problem", maka jadi kacau semua. Tugas akhir belum mulai, ujian komprehensive
tertulis (UKT) sebagai salah satu syarat lulus sarjana, tidak lulus2, sampai 3 x
ambil.



Kemudian terus dibayangi kalau lulus mau kemana, mau jadi apa, ada banyangan disuruh
segera menikah, dll. Mau ke PNS atau BUMN tidak mau (karena harus ikut Kopri,
golkar, koruptif, dll). Mau ke kontraktor takut nanti sering bohong, mau ikut
konsultan gajinya tidak begitu cukup, ikut oil company harus di laut atau di luar
jawa (tidak betah), mau kerja di pabrik membosankan, mau kerja di trading terlalu
ruwet (cina melulu), mau jadi dosen gajinya kecil. Sementara itu, orang tua/keluarga
sangat memerlukan bantuan. Terus karena sudah pacaran sama Wike cukup lama, sehingga
tidak boleh lama2 senang2/main/dolan. Jadi bertumpuk2, takut/bingung/dll.



Karena serba bingung, maka papa cari pelarian. Ikut GMNI, ikut rapat kerja nasional,
tiap hari nongkrong di sek. GMNI Bandung, sering ke GMNI Pusat di Jkt. Lalu ikut
pengurus HME (Himpunan Mahasiswa Elektro) ITB, mulai dari sek. MPA, menjadi salah
satu ketua, menjadi anggota presidium. Terus juga ikut ini/itu di kampus yang isinya
membunuh waktu, untuk pelarian. Selama itu, kalau malam tidak bisa tidur. Papa kena
insomnia, setiap malam baru bisa tidur jam 03.00 atau 04.00, itupun setelah jalan2
malam hari kaya orang sinting, biar capai, biar ngantuk. Bangun tidur jam 09.00,
terus dolan, ke kampus nongkrong, ke diskusi ini/itu, demo, rapat sana/i, pulang ke
rumah malam, lalu main ke Jkt, begitu dan begitu terus, yang penting melupakan tugas
akhir dan memperlama lulus.



Waktu berlalu begitu saja. Dari Juli 1980, tahu2 sudah Juli 1981, 12 bulan hilang
hampir percuma. Lalu ortu n mama memberi tahu. Maka dari Juli 1981 s/d Maret 1982,
papa baru mengerjakan tugas akhir dan selesai April 1982, sehingga tidak bisa ikut
wisuda Maret, maka ikut yang rombongan Oktober 1982, tetapi Mei 82 sudah kerja di
jkt.



Ketika kerja, papa "dipaksa" mbah kowo untuk kerja di trading, belajar dari cina
untuk nantinya mendirikan perusahaan sendiri dan ternyata gagal, karena terlalu
sulit, perlu modal, dll, itu menghabiskan wkt 2 tahun. Setelah itu baru papa
memutuskan berprofesi di konsultan, dan itu sampai sekarang. Papa tidak menyesal
menjadi konsultan, papa sangat bangga menjadi konsultan teknik. Kalau sdh seumur
papa, jarum jam tidak bisa diputar balik, ibarat besi tidak bisa di-tekuk2 lagi.
Tapi utk tia, semua masih terbuka, semua masih bisa di-tekuk2, mau jadi apa saja
masih mungkin.



Mungkin saat ini tia lagi capai, maka jangan memutuskan sesuatu yang cukup penting
dalam masa spt ini. Kalau ke chicago, di sana kan tdk sibuk, bisa mempersiapkan GRE,
bisa cari2 bea siswa master, bisa merenung. Kalau mo istirahat, mo pulang ke indo,
mungkin nanti des/jan akan lbh baik. Pertama tdk kehilangan OPT, kedua dapat
pengalaman, ketiga tia akan mendapatkan pengalaman hidup di luar university setting
yg mungkin akan jauh berbeda, keempat papa/mama punya cukup waktu untuk bisa
membantu mencarikan hubungan ke bbrp teman di jkt/indo dari sekarang seperti UNDP,
world bank, dll, dan tia bisa melalui e-mail. Namun kalau tia pulang 10 weeks ke
indo pada juli nanti tp sp saat ini blm punya banyangan, maka akan membuat bosan dan
wkt akan berlalu mungkin sia2 atau hanya sedikit yg bisa didapat. Di indo kan
semuanya serba tidak pasti, tdk jelas, lama, bertele2, dst.



Mudah2an cerita di atas bisa dipakai sebagai bahan renungan. Memang berbeda, tetapi
ada hal-hal yang hampir sama. Tia tidak harus cepet2 kerja dan membantu ortu, tia
tidak bisa mem-buang2 wkt, karena atas biaya bea siswa. Jamannya berbeda.



Ingat kamu anaknya setyo triyono, sehingga banyak sifat papa yang nurun ke tia. Coba
lihat skrg, papa hampir tidak terlaksana semua, ya di IA Pusat jarang nengok sek,
IA-76 banyak mbolosnya, IA-Elektro ditingalin, SMA I tdk aktiv, SMP 5 setengah2, SD
coba2, RW sdh gak pernah datang, LKMD macet, WOTK idem ditto. Jadi papa hampir 100%
hanya untuk Sigmatech (ini mmg harus). Coba lihat deNA, gagal di AFS, lalu berjuang
keras masuk PI OSIS dan berhasil. Lalu aktiv sekali, kepengurusan ok, nilai rapor
ok, ikut LKIR kemarin di puncak untuk tingkat Jaksel juara I penelitian bidang IPS
(opo ora hebat), biar Insya Allah nanti jadi menkes atau dirjen penyehatan
masyarakat atau pemberantasan penyakit menular (artinya dokter yang banyak
berhubungan dengan masyarakat/rakyat kecil).



Begitu dar (dena à dir, dik shanti àder, mama à dor), grujug, thung!!!!!!! Love you.
Wassalam.